Harga listrik di Jerman menempati posisi tertinggi di Eropa, menjadi beban signifikan baik bagi konsumen rumah tangga maupun perusahaan industri. Memahami mengapa harga ini tidak dapat lebih terjangkau adalah langkah penting bagi banyak pihak yang ingin mencari solusi ekonomi energi. Faktor apa saja yang mempengaruhi harga listrik di salah satu negara paling maju di Eropa ini?
Pada tahun 2024, diperkirakan sekitar 59 persen listrik di Jerman berasal dari sumber energi terbarukan. Namun, penggunaan energi terbarukan ini memiliki rentang variasi yang sangat besar. Selama musim dingin, ketika hari lebih singkat dan kondisi cuaca cenderung mendung, kontribusi energi terbarukan bisa menurun drastis. Misalnya pada 12 Desember 2024, kondisi mendung dan hampir tidak ada angin, hanya mampu menyuplai 18 persen kebutuhan listrik dari energi terbarukan. Sisanya berasal dari pembangkit listrik batu bara, gas, dan impor listrik dari negara-negara tetangga Uni Eropa, yang biasanya datang dengan harga termahal.
Konsumen rumah tangga dan perusahaan dengan kontrak listrik jangka panjang tidak akan terlalu terpengaruh oleh fluktuasi ini karena harga mereka tetap konstan sepanjang tahun sesuai kontrak. Namun, perusahaan pemasok listrik, kebanyakan dimiliki oleh pemerintahan daerah, harus cermat menghitung harga. Pada Desember, harga satu megawatt jam mencapai 936 euro di European Power Exchange, jauh di atas harga biasanya antara 60 hingga 100 euro.
Kebijakan pemerintah Jerman tidak memungkinkan intervensi langsung terhadap harga listrik, karena ditentukan oleh pemasok sendiri berdasarkan dinamika pasar. Namun, Biro Anti Monopoli memantau pergerakan harga dan mengawasi kesepakatan tak wajar di kalangan pemasok untuk menaikkan harga bersama. Presiden Biro Anti Monopoli, Andreas Mundt, mengungkapkan bahwa menghadapi musim dingin dengan berkurangnya armada pembangkit listrik menjadi tantangan besar. "Itulah sebabnya, fluktuasi harga sudah diperkirakan sebelumnya dan merupakan hasil mekanisme pasar yang normal," ujarnya dalam sebuah wawancara dengan harian "Rheinische Post". Ia menekankan lembaganya selalu mencermati pembentukan harga.
Pengurangan armada pembangkit listrik, terutama dari pembangkit listrik batubara dan tenaga nuklir, merupakan bagian dari upaya Jerman mengurangi emisi CO2. Pada tahun 2024, ketergantungan pada batubara berkurang lebih dari 27 persen dibandingkan dengan tahun 2015. Penghentian pembangkit listrik tenaga nuklir, yang terakhir ditutup pada tahun 2023, juga menambah tantangan dalam menjaga pasokan listrik stabil.
Untuk memenuhi kebutuhan energi yang tidak dapat dipenuhi sendiri, Jerman harus membeli dari pasar listrik internal UE. Dalam kondisi berangin dan cerah, Jerman sering menjadi eksportir listrik. Namun, dalam kondisi mendung dan tanpa angin, Jerman bergantung pada impor, terutama dari Prancis yang menggunakan tenaga nuklir sebagai sumber utama energinya. Denmark dan Swiss juga berperan sebagai pemasok listrik ke Jerman.
Selain dinamika pasar dan sumber energi, harga listrik tinggi di Jerman juga dipengaruhi oleh pajak dan biaya jaringan. Sekitar 30 persen dari harga jual listrik berasal dari bea dan pajak. Sebelum konflik di Ukraina pada tahun 2021, industri listrik membayar sekitar dua belas sen euro per kilowatt. Namun, setelah serangan Rusia pada tahun 2022, harga ini melonjak empat kali lipat menjadi 50 sen. Saat ini, biaya listrik bagi industri sekitar 17 sen per megawatt, meski masih dianggap terlalu tinggi oleh perusahaan.
Permasalahan ini dihadapi dengan hati-hati mengingat Uni Eropa memiliki aturan ketat dalam memberikan subsidi. Kanselir Jerman Olaf Scholz telah meminta Komisi Uni Eropa untuk memperbolehkan subsidi lebih untuk listrik, khususnya bagi perusahaan yang intensif energi. Sementara itu, partai oposisi CDU/CSU mengusulkan pemotongan retribusi biaya jaringan dan pengurangan pajak listrik khusus untuk perusahaan padat energi.
Ke depannya, Jerman tetap berambisi memperluas energi terbarukan. Namun, tantangan utama di masa mendatang adalah memperbarui infrastruktur jaringan distribusi listrik untuk mengakomodasi energi terbarukan, seperti listrik tenaga angin dari lepas pantai. Jika infrastruktur ini tidak diperbarui, harga listrik mungkin akan tetap tinggi dan menjadi beban bagi konsumen dan industri.
Melihat tantangan dan solusi yang ada, harga listrik di Jerman tidak hanya soal biaya produksinya tetapi juga kebijakan, pengaturan jaringan, dan adaptasi terhadap perubahan iklim serta dinamika energi global. Langkah-langkah inovatif dan kebijakan strategis perlu diambil untuk menyeimbangkan kebutuhan energi bersih dengan keterjangkauan harga bagi para pelanggannya.