Fasilitasi Koperasi, Wamenkop Ferry Juliantono Berupaya Ubah Nasib Petani Sawit: Produksi Minyak Goreng Sendiri

Rabu, 08 Januari 2025 | 08:47:24 WIB
Fasilitasi Koperasi, Wamenkop Ferry Juliantono Berupaya Ubah Nasib Petani Sawit: Produksi Minyak Goreng Sendiri

JAKARTA – Isu antrian panjang minyak goreng yang pernah terjadi pada beberapa tahun silam menjadi pendorong bagi pemerintah untuk memberikan solusi inovatif bagi petani sawit Indonesia. Kementerian Koperasi dan UKM, melalui dukungan Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono, tengah merancang strategi agar petani sawit anggota koperasi dapat menghasilkan minyak goreng secara mandiri, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pasokan minyak goreng dari pihak ketiga. Ini dilakukan dengan membangun fasilitas pengolahan sendiri melalui lembaga koperasi.

"Sungguh ironis bahwa para petani sawit yang tergabung dalam koperasi, yang sejatinya memiliki kebun sawit sendiri, harus berada dalam antrian panjang hanya untuk mendapatkan minyak goreng. Padahal, mereka memiliki sumber daya utama, yakni sawit," ungkap Ferry Juliantono dalam acara diskusi bertema "Paparan Pembangunan Indonesia 2025: Harapan dan Tantangan." Kegiatan bergengsi ini, yang menjadi titik penyampaian visi jangka panjang Wamenkop, diadakan di Jakarta pada Selasa (7 Januari 2025) bersama Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).

Beranjak dari permasalahan ini, Kementerian Koperasi memiliki misi mulia untuk memperkuat posisi tawar petani anggota koperasi dengan memfasilitasi pembangunan pabrik minyak goreng dan pabrik minyak kelapa sawit (CPO) secara mandiri. Langkah ini diyakini akan memberdayakan petani dengan cara yang lebih berkelanjutan dan menguntungkan dalam jangka panjang.

Ferry menambahkan, "Kami ingin mendorong para petani sawit untuk dapat lebih mandiri dalam mengelola hasil kebun mereka. Dengan dukungan dari Kementerian Koperasi, kami berharap mereka dapat mendirikan pabrik CPO dan secara optimal memproduksi minyak goreng sendiri. Ini tidak hanya soal ekonomi, tetapi juga tentang kemandirian."

Usulan ini muncul sebagai bagian dari strategi besar pemerintah untuk memperkuat sektor koperasi dan memberdayakan petani, khususnya yang tergabung dalam koperasi sawit. Kebijakan ini diharapkan tidak hanya memberi dampak positif bagi kesejahteraan petani sawit, tetapi juga mengantarkan Indonesia menuju kemandirian pangan yang lebih kuat.

Ketika ditanya lebih lanjut mengenai langkah realisasi kebijakan ini, Ferry menjelaskan bahwa langkah awal adalah pemetaan lahan dan potensi produksi dari para petani sawit yang tergabung dalam koperasi. Selain itu, diperlukan juga strategi kolaborasi yang erat antara pemerintah pusat dan daerah, serta dukungan dari pihak swasta untuk pengembangan teknologi pengolahan minyak goreng yang ramah lingkungan serta efisien.

"Sebenarnya, dengan lahan yang dikelola oleh para petani koperasi, peluang untuk menciptakan rantai produksi yang lengkap dari hulu ke hilir sangat besar. Ini adalah kesempatan emas untuk menekan biaya produksi dan mendulang keuntungan lebih besar," imbuh Ferry saat memberikan penjelasan lebih rinci. Dirinya optimis bahwa model bisnis ini akan mencetuskan sistem pertanian yang lebih inklusif dan berkeadilan.

Dampak dari realisasi inisiatif ini juga digadang-gadang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan menciptakan lapangan kerja baru, khususnya di daerah-daerah sentral produksi sawit. Di masa depan, kesuksesan program ini diyakini mampu menjadi role model yang dapat diterapkan pada sektor pertanian dan komoditas lainnya.

Langkah pengembangan mandiri ini, di satu sisi, menjadi sebuah proyeksi untuk mengurangi beban devisa negara—terutama terkait impor bahan baku minyak goreng dan meningkatkan volume ekspor melalui pengayaan nilai tambah pada produk-produk turunan sawit. "Insyallah, dukungan penuh dari Kementerian Koperasi akan terus kami upayakan," ujar Ferry menutup keterangannya dengan optimistis.

Pendekatan strategis ini disambut baik oleh berbagai pihak, termasuk asosiasi petani sawit, yang melihatnya sebagai peluang besar dalam meningkatkan daya saing dan menciptakan sistem produksi yang lebih berkelanjutan. Kesuksesan dalam implementasi program ini tentunya tidak hanya bergantung pada dorongan kebijakan pemerintah, tetapi juga kerjasama dan komitmen kolektif dari seluruh pemangku kepentingan dalam industri terkait.

Melihat kemungkinan besarnya dampak positif yang dapat dituai, harapannya ini bisa jadi langkah awal transformasi industri sawit menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan pasar dan kepentingan nasional. Dukungan dan persiapan dari semua pemangku kepentingan sangatlah esensial untuk menjadikan mimpi kemandirian produksi ini sebagai kenyataan yang membawa kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Terkini