BANYUASIN — Pembayaran Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) oleh PT Pertamina yang beroperasi di Kecamatan Banyuasin I masih menjadi tanda tanya besar bagi penduduk dan pemerintah setempat. Hingga kini, PT Pertamina belum memenuhi kewajiban pajak yang diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah tersebut. Badan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Banyuasin akhirnya angkat bicara untuk menjelaskan penyebab tertundanya pembayaran ini.
Menurut penjelasan resmi dari Kepala Dinas Bappenda Banyuasin, Roni Utama, permasalahan utama terletak pada proses sertifikasi tanah yang masih tertahan di Badan Pertanahan Nasional (BPN). "Ya, prosesnya masih di BPN, jadi kita masih menunggu Surat Keputusan (SK) yang keluar. Setelah ada SK, barulah kita bisa menghitung berapa jumlah hektarnya dan berapa pajak yang harus dibayar," ujar Roni dalam keterangannya pada Rabu, 8 Januari 2025.
Roni menjelaskan bahwa tanpa adanya SK, Bappenda tidak dapat melakukan penghitungan dan penilaian pajak secara pasti. Karena itulah, seluruh proses ini bergantung pada seberapa cepat sertifikasi tanah dapat diselesaikan oleh BPN. Berdasarkan estimasi awal, pajak BPHTB yang harus dibayar PT Pertamina diperkirakan mencapai angka sekitar 112 miliar rupiah. Namun, jumlah ini masih bisa mengalami perubahan, tergantung dari kemungkinan kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di tahun 2025.
Masalah berikutnya yang menghambat adalah lahan seluas 34 hektare yang saat ini ditempati oleh warga setempat. Roni mengakui bahwa keberadaan penduduk yang telah lama menetap menambah kompleksitas permasalahan ini. "Itu yang perlu kita akomodir, karena tidak mungkin mereka diusir begitu saja. Ada sekitar seribu rumah yang perlu perhatian pemerintah daerah," tuturnya.
Kondisi ini tentu saja membuat proses pengurusan BPHTB menjadi lebih lambat dari yang diharapkan semua pihak. Namun, Roni menyatakan optimismenya bahwa hambatan ini dapat diatasi di tahun 2025. "Kami berharap bisa selesai dalam waktu dekat, dan masyarakat yang terdampak bisa mendapatkan solusi yang baik," pungkasnya.
Permasalahan pajak ini menjadi perhatian utama bagi pemerintah daerah yang berusaha mencapai target pemasukan pajak tanpa mengorbankan hak-hak masyarakat yang telah lama tinggal di kawasan tersebut. Solusi integratif diharapkan bisa ditemukan agar kewajiban PT Pertamina dapat dipenuhi tanpa menimbulkan dampak sosial yang merugikan bagi penduduk sekitar.
Dalam menghadapi permasalahan ini, sinergi antara pemerintah daerah, BPN, dan PT Pertamina diharapkan bisa menghasilkan jalan tengah yang baik untuk semua pihak. Roni juga menekankan pentingnya transparansi dan komunikasi yang jelas agar masyarakat mendapatkan gambaran yang pasti tentang langkah-langkah yang akan diambil.
Sementara itu, pihak Pertamina diharapkan bersedia berkoordinasi lebih intensif dengan semua pihak terkait untuk mempercepat proses penyelesaian BPHTB ini. Dengan demikian, diharapkan bahwa pada tahun ini permasalahan lama tersebut dapat segera menemukan titik terang.
Masalah seperti ini seharusnya dapat menjadi pelajaran bagi pemerintahan daerah lain yang mungkin menghadapi situasi serupa, terutama dalam hal pengelolaan lahan yang bersinggungan dengan perusahaan besar dan kepentingan masyarakat setempat. Kolaborasi aktif dan solusi jangka panjang dapat menjadi kunci keberhasilan dari penyelesaian permasalahan BPHTB ini.
Seperti yang kita ketahui, pajak memiliki peranan penting bagi pendapatan asli daerah yang kemudian akan digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan penduduk. Oleh karena itu, kejelasan dan segera tetap sangat diperlukan. Harapan besar pemerintah Kabupaten Banyuasin saat ini adalah untuk menciptakan keseimbangan antara kelancaran investasi perusahaan serta keberlanjutan komunitas lokalnya.