Kamis, 16 Januari 2025 menjadi hari yang cukup menggembirakan bagi pasar batu bara global. Harga batu bara kembali bangkit dengan dukungan kenaikan tajam impor dari China, negara konsumen batu bara terbesar di dunia. Kenaikan ini menjadi momentum penting dalam menahan penurunan harga batu bara yang terjadi pasca fluktuasi besar akibat invasi Rusia ke Ukraina pada 2022.
Kenaikan Harga dan Dampaknya di Pasar Global
Harga batu bara Newcastle untuk pengiriman Januari 2025 naik sebesar US$ 0,25 menjadi US$ 115,5 per ton. Sementara untuk pengiriman Februari 2025, harga terkerek naik sebanyak US$ 1,5 mencapai US$ 116,1 per ton. Tidak kalah menarik, harga batu bara untuk Maret 2025 juga mengalami lonjakan sebesar US$ 1,1 menjadi US$ 118,25 per ton. Kenaikan ini menandakan perbaikan tren bagi pasar yang sempat mengalami tekanan.
Beralih ke pasar Eropa, harga batu bara di Rotterdam juga menunjukkan kenaikan signifikan. Untuk Januari 2025, harga batu bara naik US$ 0,85 menjadi US$ 107,2 per ton. Sedangkan Februari 2025 mengalami peningkatan sebesar US$ 1,95 menjadi US$ 106,2. Tren positif ini terus berlanjut hingga Maret 2025, dengan kenaikan sebesar US$ 1,65 mencapai angka US$ 104,75.
Impor Massal China dan Dominasi di Pasar
Menurut laporan Reuters, China memperluas impor batu baranya secara masif, menandai keunggulannya yang melampaui India dengan jarak terlebar sejak 2013. Data dari bea cukai menunjukkan bahwa dominasi impor China semakin memperkuat posisinya di pasar batu bara global, meski harga batu bara sempat menurun setelah mencapai puncaknya pasca konflik Rusia-Ukraina.
"Harga batu bara saat ini tetap stabil berkat permintaan kuat dari China. Tanpa dukungan tersebut, harga dapat mengalami penurunan lebih besar," ungkap Ramli Ahmad, Direktur Utama Ombilin Energi, ketika diwawancarai oleh Reuters.
Pada tahun 2024, impor batu bara China memecahkan rekor dengan total 542,7 juta metrik ton, lebih dari dua kali lipat dibandingkan impor India yang mencapai 250,2 juta ton. Hal ini menandakan tren jarak yang semakin melebar setelah sebelumnya sempat menyempit selama empat tahun sebelum pandemi, dengan rata-rata keunggulan sebesar 26%.
Perkiraan dan Prediksi Masa Depan
Meskipun lembaga seperti IEA dan Argus memperkirakan penurunan impor dari China dalam waktu dekat, sejarah menunjukkan bahwa impor dari negeri tirai bambu ini sering kali melampaui ekspektasi. Argus menyoroti bahwa penurunan ini kemungkinan dipicu oleh regulasi baru mengenai persyaratan penimbunan stok di pembangkit listrik China serta penurunan penggunaan dalam sektor tersebut pada tahun 2025. Meskipun demikian, permintaan industri yang stabil membuat volume impor diprediksi tetap mendekati angka tahun 2024.
Aspek menarik lainnya adalah preferensi China pada tahun 2024 terhadap batu bara asing yang menawarkan harga lebih kompetitif dibandingkan harga domestik. Sementara itu, India menjaga posisinya dengan produk lokal yang lebih murah karena rendahnya biaya produksi di dalam negeri, seperti yang dijelaskan oleh sejumlah pelaku industri.
Persaingan dan Strategi Pasar
Di sisi lain, kedua raksasa Asia ini—China dan India—berambisi meningkatkan produksi batu bara domestik agar dapat menekan pengeluaran dari impor. Namun demikian, langkah ini di China terhalang oleh kebijakan inspeksi tambang yang ketat, memperlambat laju pertumbuhan produksi.
Impor batu bara termal India yang digunakan dalam pembangkit listrik bahkan menurun 3% di tahun 2024. Kontrasnya, impor batu bara China malah melonjak 13% dalam 11 bulan pertama tahun yang sama. Sementara itu, impor batu bara kokas India, bahan penting dalam industri baja, meningkat 4,7%, keteteran dibandingkan lonjakan impor dari China sebesar 23% akibat insiden kecelakaan tambang di Shanxi.
“India kini lebih memilih batu bara dari Indonesia dan Afrika Selatan karena lebih murah, terutama setelah harga batu bara Rusia kurang kompetitif,” ungkap Vasudev Pamnani, Direktur I-Energy Natural Resources di India.
Dampak Global dan Pengaruh terhadap Ekspor
China juga meningkatkan pengadaan batu bara termal dari Rusia dan Mongolia pada tahun 2024, mengurangi ketergantungannya pada pemasok utama sebelumnya seperti Indonesia. Argus menyebutkan dalam laporan tahunan mereka bahwa, "Penurunan permintaan dari China kemungkinan besar akan berdampak pada pemasok kecil di Indonesia terlebih dahulu, sebelum akhirnya berimbas pada pemasok marginal lain seperti Kolombia atau Afrika Selatan."
Keadaan ini menunjukkan dinamika baru dalam pasar batu bara global, dimana kebijakan dan perilaku konsumsi negara-negara besar sangat mempengaruhi pergerakan harga dan distribusi, membuat situasi di pasar internasional terus bergeser dan berkembang setiap waktunya. Dengan adanya perubahan ini, tetap penting bagi setiap pelaku pasar untuk memantau pergerakan dan kebijakan dari negara konsumen besar agar dapat menyiapkan strategi yang tepat.