Gas

Mayoritas Masyarakat Indonesia Gunakan Gas untuk Memasak, BPS Ungkap Data Terbaru

Mayoritas Masyarakat Indonesia Gunakan Gas untuk Memasak, BPS Ungkap Data Terbaru
Mayoritas Masyarakat Indonesia Gunakan Gas untuk Memasak, BPS Ungkap Data Terbaru

Memasak adalah aktivitas yang esensial untuk mengolah bahan makanan mentah menjadi hidangan siap konsumsi. Di Indonesia, banyak rumah tangga mengandalkan gas sebagai sumber energi utama untuk memasak. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan bahwa mayoritas masyarakat memilih gas sebagai bahan bakar untuk keperluan memasak, seiring dengan berbagai upaya pemerintah untuk memperluas akses energi gas.

Penggunaan Gas Meningkat Pesat

Dalam laporan "Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2024" yang dirilis oleh BPS, sebanyak 88,59% penduduk Indonesia menggunakan gas sebagai bahan bakar utama dalam memasak. Sebagian besar dari mereka memakai berbagai varian gas LPG (Liquid Petroleum Gas) seperti LPG 3 kg, LPG 5,5 kg atau blue gaz, LPG 12 kg, selain gas kota dan biogas. Data ini menunjukkan peningkatan penggunaan gas yang signifikan dibandingkan dengan dekade sebelumnya, ketika banyak rumah tangga masih mengandalkan bahan bakar alternatif seperti minyak tanah dan kayu bakar.

Menurut Ahmad Suryana, seorang pengamat energi, "Penggunaan gas LPG yang meningkat di kalangan masyarakat menunjukkan adanya pergeseran dalam preferensi penggunaan energi rumah tangga. Ini adalah trend positif karena gas LPG lebih efisien dan ramah lingkungan dibanding alternatif bahan bakar tradisional."

Bahan Bakar Tradisional Masih Digunakan

Meskipun dominasi gas cukup tinggi, sejumlah kecil masyarakat Indonesia masih setia menggunakan bahan bakar tradisional untuk memasak. Kayu bakar masih dipilih oleh sekitar 8,05% rumah tangga, disusul oleh minyak tanah yang digunakan oleh 2,38% penduduk, dan sejumlah kecil lainnya menggunakan briket atau arang (0,05%). Meski terhitung minoritas, penggunaan bahan bakar tradisional tetap bertahan, terutama di daerah-daerah terpencil yang sulit mengakses LPG.

"Kayu bakar masih jadi pilihan bagi masyarakat pedesaan, terutama yang tinggal jauh dari area distribusi LPG," ujar Dina Hapsari, seorang sosiolog yang mempelajari perilaku konsumen energi di pedesaan. "Akses dan ketersediaan masih menjadi kendala utama di daerah terpencil."

Penggunaan Listrik dan Non-Masak

Survei BPS juga mengungkapkan bahwa 0,47% penduduk menggunakan listrik untuk memasak. Di sisi lain, ada sekitar 0,45% populasi yang tercatat tidak melakukan kegiatan memasak sama sekali. Alasan untuk tidak memasak bervariasi, mulai dari gaya hidup modern yang mengandalkan makanan siap saji hingga keterbatasan fasilitas memasak dalam lingkungan tempat tinggal mereka.

Komitmen Pemerintah Memperluas Akses Energi Gas

Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya untuk memastikan ketersediaan dan akses gas yang merata di seluruh wilayah nusantara. Hal ini tercermin dalam Undang-Undang No. 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2025-2045. Fokus utama pemerintah adalah perluasan akses, peningkatan kapasitas, dan jangkauan pelayanan infrastruktur energi gas. Langkah ini diharapkan tidak hanya meningkatkan kemandirian energi nasional tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui penggunaan energi yang lebih bersih dan efisien.

"Perluasan akses energi gas merupakan salah satu strategi pemerintah untuk mewujudkan kemandirian energi dan memenuhi kebutuhan pangan, energi, dan air secara nasional," ungkap Budi Harsono, seorang pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. "Dengan akses energi gas yang lebih baik, masyarakat dapat menikmati hidup yang lebih sehat dan efisien."

Dampak Ekonomi dan Sosial

Penggunaan gas yang meluas juga berdampak positif bagi ekonomi dan sosial masyarakat. Pertama, biaya memasak dengan LPG relatif lebih rendah dibandingkan dengan minyak tanah atau kayu bakar. Kedua, dengan transisi ke gas, risiko kesehatan akibat asap dari pembakaran kayu dan arang dapat dikurangi. Ini merupakan langkah positif bagi kesehatan rumah tangga Indonesia.

Tony Wijaya, seorang ekonom, menambahkan, "Penggunaan energi gas tidak hanya menguntungkan dari segi penghematan biaya tetapi juga dapat meningkatkan kesehatan masyarakat melalui pengurangan polusi udara dalam ruangan."

Tantangan ke Depan

Namun, masih ada tantangan dalam penerapan dan distribusi gas sebagai bahan bakar utama di seluruh Indonesia. Infrastruktur distribusi yang belum merata, fluktuasi harga pasar LPG, serta kurangnya edukasi mengenai penggunaan yang aman, menjadi beberapa hambatan yang perlu diatasi agar program pemerintah dapat berjalan maksimal.

Ke depannya, dukungan dari berbagai pihak diperlukan untuk mewujudkan akses energi yang lebih baik. Edukasi kepada masyarakat mengenai manfaat dan cara penggunaan gas secara bijak dan aman harus terus ditingkatkan. Selain itu, perlu inovasi lebih lanjut agar distribusi LPG bisa menjangkau daerah-daerah terpencil dengan biaya yang lebih efisien.

"Kita perlu terus bekerja sama untuk mengatasi hambatan distribusi dan memastikan bahwa setiap rumah tangga bisa mendapatkan akses ke energi yang bersih dan terjangkau," tutup Ahmad Suryana.

Dengan strategi dan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat mencapai kemandirian energi yang lebih baik serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui penggunaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index