Energi

Indeks Persaingan Usaha 2024: Sektor Energi, Pertambangan, dan Konstruksi Menduduki Posisi Terendah

Indeks Persaingan Usaha 2024: Sektor Energi, Pertambangan, dan Konstruksi Menduduki Posisi Terendah
Indeks Persaingan Usaha 2025: Sektor Energi, Pertambangan, dan Konstruksi Menduduki Posisi Terendah

BANDUNG– Center for Economic Development Studies (CEDS) Universitas Padjadjaran baru saja merilis Indeks Persaingan Usaha (IPU) 2025 yang menunjukkan peningkatan tipis dalam kinerja persaingan usaha di Indonesia. Memasuki tahun 2024, IPU Indonesia naik 0,04 poin menjadi 4,95, sedikit membaik dibanding nilai 4,91 yang tercatat pada tahun 2023. Meski demikian, Indonesia masih berada dalam kategori "menuju tinggi", mengindikasikan upaya yang masih panjang untuk mencapai persaingan usaha yang lebih optimal.

Prof. Maman Setiawan, Ketua Tim Survei IPU, menjelaskan bahwa sektor penyediaan akomodasi, makanan dan minuman, perdagangan besar/eceran, serta jasa keuangan/asuransi merupakan sektor dengan nilai IPU tertinggi. Sementara, sektor energi, pertambangan, pengelolaan air dan limbah, serta konstruksi terus menunjukkan performa yang kurang kompetitif.

"Dari hasil survei, sektor energi, pertambangan, pengelolaan air dan limbah, serta konstruksi perlu mendapat perhatian lebih untuk meningkatkan persaingan usaha. Ini adalah sektor-sektor yang selalu muncul dengan IPU terendah dari tahun ke tahun," ujar Prof. Maman.

Dalam cakupan wilayah, DKI Jakarta tetap menjadi provinsi dengan IPU tertinggi, menonjolkan daya saing dan dinamika bisnis yang lebih baik dibanding provinsi lainnya. Sebaliknya, Aceh dan Papua Barat menunjukkan indeks persaingan usaha terendah. Kondisi ini mendorong CEDS merekomendasikan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk lebih intensif dalam mengkaji dan memberikan rekomendasi kebijakan bagi sektor serta wilayah yang menunjukkan IPU rendah.

Ketua KPPU, M. Fanshurullah Asa, yang akrab dipanggil Ifan, menyoroti pentingnya usaha monitoring dan advokasi. "Sektor dengan IPU terendah seperti energi, mineral, dan pengelolaan limbah perlu mendapatkan perhatian serius baik dari sisi regulasi maupun praktek di lapangan," tegasnya. "Upaya ini sudah menjadi prioritas KPPU sejak tahun lalu dan akan terus kami lanjutkan. Bahkan sektor pengelolaan sampah atau limbah juga akan menjadi perhatian," tambah Ifan.

Menurut Ifan, tekanan utama yang memengaruhi IPU 2024 berasal dari dimensi kinerja dan penawaran. "Hambatan masuk dan keluar pasar serta potensi kartel adalah faktor-faktor yang memerlukan perhatian khusus. Ini terkait erat dengan kebijakan pemerintah yang terlalu mengintervensi pasar," jelasnya.

Penurunan terlihat pada indikator inovasi dan produktivitas, hal ini dikhawatirkan dapat menghambat target pertumbuhan ekonomi 8 persen dan visi Indonesia Emas 2045. "Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen, dibutuhkan nilai IPU sebesar 6,33. Dengan kondisi saat ini, diperlukan peningkatan sebesar 1,38 poin atau sekitar 28 persen," papar Prof. Maman.

Anggota KPPU, Eugenia Mardanugraha, mengakui bahwa meskipun target IPU dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebesar 5 poin belum tercapai, tren peningkatan kinerja kelembagaan menunjukkan sinyal positif. "Nilai kelembagaan telah meningkat menjadi 5,18 dari sebelumnya 5,03," ungkapnya.

Di sisi lain, Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerja Sama Ekonomi Internasional BAPPENAS, P.N. Laksmi Kusumawati, menekankan pentingnya inovasi teknologi digital untuk meningkatkan produktivitas, terutama bagi usaha kecil. Hal ini sejalan dengan analisis yang diungkapkan Direktur Analisis dan Pengembangan Statistik BPS, Muchammad Romzi, yang menilai bahwa "IPU adalah indikator yang valid dan sejalan dengan data makroekonomi, seperti PDB."

Romzi juga menyarankan agar survei di masa depan mencakup empat provinsi baru untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif mengenai persaingan usaha di seluruh wilayah Indonesia.

Sebagai informasi, IPU adalah indikator yang mengukur tingkat persaingan usaha di 15 sektor ekonomi di seluruh 34 provinsi Indonesia. Penilaian ini dilakukan melalui wawancara mendalam dengan berbagai pemangku kepentingan, antara lain Kamar Dagang dan Industri, akademisi, dan perwakilan pemerintah daerah, menggunakan skala 1 hingga 7 berbasis paradigma struktur, perilaku, dan kinerja (SCP) industri.

Dengan hasil IPU 2025 yang menunjukkan tantangan dan peluang yang ada, diharapkan langkah-langkah konkret dari berbagai pihak dapat meningkatkan daya saing dan menggerakkan roda perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index