Investasi

Prospek dan Tantangan Investasi Hydropower Indonesia Hingga 2034

Prospek dan Tantangan Investasi Hydropower Indonesia Hingga 2034
Prospek dan Tantangan Investasi Hydropower Indonesia Hingga 2034

JAKARTA - Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 yang ditetapkan PT PLN (Persero) memberi sinyal kuat bahwa Indonesia semakin serius mendorong transisi energi. Dalam dokumen tersebut, ditargetkan tambahan kapasitas pembangkit listrik berbasis Energi Baru dan Terbarukan (EBT) mencapai 61 persen atau sekitar 42,6 gigawatt (GW) hingga tahun 2034. Angka ini menjadi katalis penting yang mempertegas arah kebijakan energi nasional menuju pemanfaatan sumber energi ramah lingkungan.

Salah satu sektor yang berpotensi tumbuh signifikan adalah pembangkit listrik tenaga air (hydropower). Potensi yang besar, ditambah dukungan pemerintah, memberi ruang bagi para pelaku usaha untuk memperluas bisnis. Namun, jalan menuju pengembangan EBT, termasuk hydropower, masih dipenuhi tantangan, baik dari sisi investasi, infrastruktur, maupun efisiensi pemanfaatan sumber daya.

Arkora Hydro Sambut Positif Kebijakan

Direktur Utama PT Arkora Hydro Tbk (ARKO), Aldo Henry Artoko, menyambut baik arah kebijakan yang ditetapkan PLN. Menurutnya, target yang tertuang dalam RUPTL 2025–2034 akan mendorong perusahaan listrik pelat merah itu meningkatkan produksi listrik hijau, dengan porsi signifikan berasal dari sektor hydropower.

“Dari total target tersebut, sebesar 11,7 GW akan dipasok dari hydropower. Ini menjadi peluang besar bagi industri EBT, termasuk Arkora Hydro, untuk mengakselerasi bisnis dan investasi,” jelas Aldo saat berbicara dalam program Squawk Box CNBC Indonesia, Selasa (16 September 2025).

ARKO sendiri menilai bahwa keterlibatan lebih banyak perusahaan dalam pengembangan energi hijau tidak hanya memberi kontribusi pada pencapaian target Net Zero Emission 2060, tetapi juga membuka lapangan kerja baru, meningkatkan daya saing industri, serta memperkuat ketahanan energi nasional.

Pemanfaatan EBT Masih Minim

Meskipun prospeknya menjanjikan, realisasi pemanfaatan EBT di Indonesia masih terbilang rendah. Data terbaru menunjukkan utilisasi energi terbarukan baru berada di bawah 23 persen dari total potensi yang tersedia. Di sektor hydropower, pemanfaatannya bahkan baru menyentuh 8 persen.

Angka tersebut memperlihatkan bahwa ruang pengembangan masih sangat besar. Namun, kondisi ini juga mengindikasikan bahwa percepatan pemanfaatan EBT tidaklah mudah. Berbagai hambatan, baik teknis maupun nonteknis, masih menjadi pekerjaan rumah bersama pemerintah, swasta, dan regulator.

Tantangan Investasi Tinggi

Salah satu kendala utama dalam pengembangan hydropower adalah besarnya kebutuhan modal. Aldo menyebutkan bahwa investasi untuk membangun pembangkit listrik tenaga air dapat mencapai USD 2–4 juta per megawatt. Angka yang tidak kecil ini menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi investor baru yang ingin masuk ke sektor ini.

Selain itu, lokasi pembangkit umumnya berada jauh dari pusat permintaan listrik, seperti kota besar atau kawasan industri. Akibatnya, biaya logistik, pembangunan infrastruktur pendukung, serta koneksi ke jaringan transmisi ikut menambah beban investasi.

Infrastruktur Transmisi Jadi Kunci

Permasalahan lain yang dihadapi sektor hydropower adalah keterbatasan jaringan transmisi. Banyak daerah dengan potensi sumber daya air melimpah, namun tidak memiliki infrastruktur yang memadai untuk menyalurkan listrik ke pusat konsumsi.

Kondisi ini membuat pengembangan proyek hydropower membutuhkan dukungan besar dari pemerintah dan PLN, terutama dalam memperkuat dan memperluas jaringan transmisi. Tanpa dukungan tersebut, potensi besar energi terbarukan di daerah-daerah terpencil akan sulit terutilisasi secara optimal.

Dukungan Pemerintah dan Prospek Jangka Panjang

Meski tantangan masih membayangi, prospek bisnis EBT, khususnya hydropower, tetap dinilai cerah. Dukungan kebijakan yang jelas dari pemerintah, target ambisius dalam RUPTL, serta komitmen menuju Net Zero Emission 2060 menjadi faktor pendorong utama.

ARKO percaya bahwa pengembangan EBT bukan hanya soal memenuhi target emisi, tetapi juga tentang menciptakan sistem energi yang lebih berkelanjutan dan inklusif. Dengan potensi alam yang besar, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi salah satu pemain utama dalam pasar energi hijau di kawasan Asia Tenggara.

Net Zero Emission 2060 Jadi Orientasi

Komitmen Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission pada 2060 memerlukan strategi jangka panjang. Hydropower, bersama dengan tenaga surya, angin, dan biomassa, akan menjadi pilar utama dalam transisi energi.

Dengan dukungan regulasi, pendanaan inovatif, serta kemitraan antara pemerintah dan swasta, pengembangan hydropower diharapkan dapat mempercepat transformasi sektor energi. Jika tantangan infrastruktur dan investasi bisa diatasi, maka industri EBT akan menjadi salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi hijau Indonesia di masa depan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index